Kamis, 02 Juli 2015

Rekam Jejak Perjalanan Pelaksanaan Ibadah Haji Di Indonesia


Operasional penyelenggaraan haji Tahun 1436H/2015M sudah dekat. Persiapanpun terus dilakukan dalam melakukan pelayanan maskimal kepada jemaah haji. Menghadirkan negara dalam memberikan perlindungan, pembinaan dan pelayanan adalah mandat yang dilakukan untuk keberpihakan kepada jemaah haji dan masyarakat.
Dalam menambah pustaka khasanah perhajian, Tim Pengelola Informasi Haji Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah mencoba untuk mengingat masa-masa penyelenggaraan haji di Indonesia dari berbagai sumber, dan regulasi perhajian yang beberapa diantaranya dapat di lihat di menu regulasi pada halaman www.haji.kemenag.go.id. Regulasi masa kemasa tersebut akan terus diupdate sebagai bagian dari sejarah perhajian di Indonesia.
Berikut rekam jejak singkat perjalanan pelaksanaan ibadah haji di Indonesia:
1825-Besarnya keterlibatan para haji dalam melakukan perlawanan di nusantara pada akhir abad kesembilan belas , maka pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1825, 1827, 1831 dan 1859 mengeluarkan berbagai resolusi (ordonnatie) ditujukan untuk pembatasan ibadah haji dan memantau aktivitas kembali (Yudi Latif, Indonesia Muslim Intelligentsia dan kekuasaan hal.69).
1912-Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan mendirikan Bagian Penolong Haji yang diketuai oleh KH. M. Sudjak. Perintis munculnya Direktorat Urusan Haji.
1922-Volksraad (semacam dewan perwakilan rakyat Hindia-Belanda) mengadakan perubahan dalam ordinasi haji yang dikenal dengan Pilgrim Ordonasi 1922 yang menyebutkan bahwa bangsa pribumi dapat mengusahakan pengakutan calon haji. Pelgrims Ordonnantie Staatsblad 1922 Nomor 698, Staatsblad 1927-Nomor 508 seperti telah diubah dan ditambah, terakhir dengan Staatsblad 1931 Nomor 44 tentang Pass perjalanan haji dan Staatsblad 1947 Nomor 50. (Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1960 Tentang Penyelenggaraan Urusan Haji).
1930-Kongres Muhammadiyah ke-17 di Minangkabau merekomendasikan untuk membangun pelayaran sendiri bagi jemaah haji Indonesia.
1947-Masyumi yang dipimpin oleh KH. Hasjim Asj'ari mengeluarkan fatwa dalam Maklumat Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1947, yang menyatakan bahwa ibadah haji dihentikan selama dalam keadaan genting.
1948-Indonesia mengirimkan misi haji ke Makkah dan mendapat sambutan hangat dari Raja Arab Saudi. Tahun itu, Bendera Merah Putih pertama kali dikibarkan di Arafah.
1951-Keppres Nomor 53 Tahun 1951, menghentikan keterlibatan pihak swasta dalam penyelenggaraan ibadah haji dan mengambil alih seluruh penyelenggaraan haji oleh pemerintah.
1952-Dibentuk perusahaan pelayaran PT. Pelayaran Muslim sebagai satu-satunya Panitia Haji dan diberlakukan sistem quotum (kuota) serta pertama kali diberlakukan transportasi haji udara.
1959-Menteri Agama mengeluarkan SK Menteri Agama Nomor 3170 tanggal 6 Februari 1950 dan Surat Edaran Menteri Agama di Yogyakarta Nomor A.III/648 tanggal 9 Februari 1959 yang menyatakan bahwa satu-satunya badan yang ditunjuk secara resmi untuk menyelenggarakan perjalanan haji adalah Yayasan Penyelenggaraan Haji Indonesia (YPHI).
1960-Keluarnya perturan pertama tentang penyelenggaraan ibadah haji melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1960 Tentang Penyelenggaraan Urusan Haji. Hal pertam sekalai terbentuk Panitia Negara Urusan Haji, yang selanjutnya disebutkan PANUHAD yang sekarang disebut PPIH (Panitia Penyelenggaraan Ibadah Haji). Selanjutnya menjadi PPPH (Panitia Pemberangkatan dan Pemulngan Haji) Tahun 1962 dan selanjutnya dibubarkan pada tahun 1964 dan kewenangan penyelenggaraan haji diambil alih oleh pemerintah melalui Dirjen urusan Haji (DUHA).
1965-Dikeluarkan Kepres Nomor 122 Tahun 1964 tentang Penyelenggaraan Urusan Haji yang PT. Arafat pada tanggal 1 Desember 1964 yang bergerak di bidang pelayaran dan khusus melayani perjalanan haji (laut). Hanya mampu memberangkatkan 15.000 jemaah melalui laut.
1969-Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1969, Pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan mengambil alih semua proses penyelenggaraan perjalanan haji oleh Pemerintah. Hal ini disebabkan karena banyaknya calon jemaah haji yang gagal diberangkatkan oleh orang-orang atau badan-badan swasta, bahkan calon-calon yang mengadakan kegiatan usaha penyelenggaraan perjalanan haji.
1975-PT. Arafah mengalami kesulitan keuangan dan pada tahun 1976 gagal memberangkatkan haji karena pailit.
1979-Keputusan Menteri Perhubungan No. SK-72/OT.001/Phb-79, memutuskan untuk meniadakan pengangkutan jemaah haji dengan kapal laut dan menetapkan penyelenggaraan angkutan haji dilaksanakan dengan pesawat udara.
1985 Pemerintah kembali mengikutsertakan pihak swasta dalam penyelenggaraan haji.
1999-Pertama sekali adanya dasr hukum tentang penyelenggaraan haji dalam produk hukum Undang-Undang yaitu dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan memandatkan pelayanan, pembinaan dan perlindungan bagi jemaah haji. Kuota terbagi menjadi 2, yakni Haji Reguler dan Haji Khusus. Pendaftaran haji regular melalui Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu. Perkembangan lanjutan dengan diberlakukannya pertama sekali setoran awal sebesar Rp 5.000.000 yang disimpan dalam tabungan atas nama jemaah haji.
2001-Setoran awal bagi jemaah haji regular naik menjadi Rp 20.000.000 yang disimpan dalam tabungan atas nama jemaah haji. Terbitnya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Badan Pengelola Dana Abadi Umat sebagai salah satu mandat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999.
2004-Setoran awal bagi jemaah haji reguler sebesar Rp 20.000.000 yang disimpan dalam rekening atas nama Menteri Agama.
2008-Penyempurnaan kembali Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Pendaftaran dilakukan sepanjang tahun melalui SISKOHAT dengan prinsip first come first served.
2010-Setoran awal bagi jemaah haji reguler naik menjadi Rp 25.000.000 yang disimpan dalam rekening atas nama Menteri Agama.
2013-Peluncuran Siskohat Generasi Kedua; Pemotongan Kuota Haji Indonesia sebesar 20% dari Kuota dasar sebagai dampak proyek perluasan Masjidil Haram; Migrasi Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji dari Bank Konvensional ke Bank Syariah/Unit Usaha Syariah.
2014-Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji yang salah satu mandatnya adalah membentuk Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dengan target terbentuknya pada bulan September 2015. Lahirnya UU ini merupakan tekad dan semangat baru dalam pengelolaan keuangan haji dalam menghadirkan negara dalam keberpihakannya kepada calon/jemaah haji dan masyarakat; Penyerapan kuota jemaah haji secara transparan dan akuntable sesuai dengan urutan porsi; Pelayanan akomodasi setara hotel berbintang 3, upgrade bus shalawat dan operasional 24 jam Pemondokan-Masjidil Haram; Penghematan biaya operasional penyelenggaraan haji dengan tidak mengurangi layanan kepada jemaah haji; Revitalisasi Asrama Haji.
2015-Implementasi total pelaksanaan pilot project e-hajj yang ditetapkan otoritas Arab Saudi. Pengendalian daftar tunggu jemaah haji dengan memprioritaskan calon jemaah haji yang belum pernah melaksanakan ibadah haji dan menghimbau yang sudah melaksanakan ibadah haji untuk memberikan kesempatan kepada saudara muslim lainnya yang belum pernah haji karena haji wajib hanya sekali seumur hidup; Reformasi penyelenggaraan umrah; Transformasi Asrama Haji menjadi Unit Pelaksanaan Teknis; Keterbukaan dalam sistem sewa pemondokan, transportasi, katering dan pendukung lainnya dengan tidak mengurangi layanan kepada jemaah haji. Penetapan Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM). Penerapan jalur baru keberangkatan dan pemulangan jemaah haji. Gelombang I: Tanah Air-Madinah-Jeddah, Gelombang I: Tanah Air-Jeddah-Madinah, makan di Makkah dan menggagas penguatan untuk mempermanen pemondokan jemaah haji di Makkah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar