Kamis, 02 Juli 2015

Penerbangan, Kunci Mobilisasi Ratusan Ribu Jemaah Haji Ke Arab Saudi

Haji merupakan tugas nasional. Nama baik bangsa dipertaruhkan untuk suksesnya penyelenggaraan haji. Menteri Agama selaku koordinator penyelenggaraan haji harus bekerja keras, menjaga dan membina hubungan baik dengan instansi terkait, para stakeholder, baik di Tanah Air maupun  Arab Saudi. Kesuksesan penyelenggaraan haji merupakan kesuksesan bersama, namun kegagalan penyelenggaraan haji, masyarakat akan menganggap ini adalah kegagalan Menteri Agama.
Hajat besar nasional penyelenggaraan Haji  melibatkan banyak pihak terkait,  sarat koordinasi, dan tentu menghabiskan biaya dalam jumlah yang sangat besar. Untuk itu, penyelenggaraan haji  harus didukung  sumber daya manusia yang handal, berintegritas, amanah,  dan ikhlas serta jauh dari sifat kesombongan.
Salah satu indikator suksesnya penyelenggaraan haji adalah seluruh jamaah haji yang telah melunasi dapat diberangkatkan dan dipulangkan dengan selamat, aman dan nyaman dan tentunya dengan on time performance yang bagus.
Penerbangan Haji Merupakan Penerbangan Internasional
Untuk memobilisasi ratusan ribu Jemaah haji setiap tahunnya dengan latar belakang ekonomi dan pendidikan yang berbeda, dari Sabang sampai Merauke,  bukanlah hal mudah.  Dengan pertimbangan efisiensi  waktu dan biaya, keamanan, dan kenyaman, moda transportasi udara menjadi pilihan pengangkutan jamaah haji Indonesia dari seluruh embarkasi haji Tanah Air ke Arab Saudi pergi pulang.
Demi keamanan dan kenyamanan,  Pemerintah Indonesia pun memilih menerbangkan ratusan ribu jamaah haji Indonesia dengan menggunakan pesawat-pesawat berbadan lebar, kapasitas besar, dan teraudit secara internasional.  Pemerintah sadar bahwa “bermain” dengan penerbangan haji berarti bermain dengan nyawa manusia, “bermain” dengan keselamatan di udara. Terlalu besar resiko yang diambil jika memilih dan menetapkan perusahaan penerbangan yang abal-abal dan tidak terakreditasi secara internasional.
Seluruh pesawat haji yang akan  mengangkut jamaah haji Indonesia sudah melalui proses audit kelaikan yang panjang, baik dari Pemerintah Indonesia, Pemerintah Arab Saudi dan Badan Penerbangan Internasional. Sangat disayangkan, jika masih ada pihak yang mengatakan bhawa proses penyediaan perusahaan penerbangan  jamaah haji pergi pulang ini dilakukan dengan abal-abal. Penerbangan haji merupakan kegiatan yang beresiko tinggi sehingga proses penyiapannya pun dilakukan dengan sangat hati-hati.
Menggunakan pesawat yang sudah biasa mengangkut dan melayani jamaah haji saja masih penuh warning dan was-was, apalagi memilih dan menetapkan perusahaan penerbangan yang belum sama sekali berpengalaman dalam mengangkut dan memberikan pelayanan kepada jamaah haji. Kegagalan  memobilisasi jamaah haji dari Tanah Air ke Arab Saudi tidak hanya kegagalan perusahaan penerbangan yang ditunjuk, tapi juga kegagalan provider pesawat yang mengangkut, serta petaka bagi  penyelenggaraan haji secara nasional.
Masih demi keamanan, keselamataan, dan kenyamanan, pengangkutan jamaah haji Indonesia dari Tanah Air ke Arab Saudi menggunakan  system charter dan penerbangan langsung tanpa transit (direct). System charter ini mempunyai beberapa kelebihan, seperti: terjaminnya ketersediaan pesawat berbadan lebar dan dengan kapasitas seat yang besar, terjaminnya kepastian jadwal pemberangkatan dan pemulangan Jemaah haji, serta terjaminnya pelayanan dan perlindungan terhadap Jemaah haji Indonesia. Penerbangan langsung dari Tanah Air ke Arab Saudi tanpa transit di negara lain juga sangat mempengaruhi tingkat kelelahan jamaah. Penerbangan terdekat dari Tanah Air ke Arab Saudi adalah dari Embarkasi Haji Aceh (7-8 jam) dan penerbangan terjauh dari tanah air ke Arab Saudi dari embarkasi Haji Makassar (12 jam).
Penerbangan haji merupakan penerbangan internasional. Proses penyiapan dan pelaksanaannya pun  tidak hanya harus mengacu pada peraturan penerbangan Pemerintah Indonesia dan peraturan penerbangan Pemerintah Arab Saudi, tapi juga Peraturan Penerbangan Internasional. Hal ini berbeda dengan penyiapan perumahan di Arab Saudi, katering dan transportasi darat di Arab Saudi yang proses penyiapan dan penyediaannya cukup mengacu pada kebijakan Pemerintah Indonsia dan Kebijakan Pemerintah Arab Saudi.
Penerbangan Haji patuh dan tunduk pada peraturan penerbangan Indonesia, Peraturan Penerbangan Arab Saudi dan Peraturan Penerbangan Internasional.  Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Arab Saudi terikat pada Perjanjian Resiprokal, kesetaraan tentang pengangkutan udara yang telah disepakati dan harus dipatuhi oleh kedua negara. Sejauh ini perusahaan penerbangan nasional yang sudah memperoleh landing permit di Arab Saudi dan memiliki penerbangan reguler adalah PT. Garuda Indonesia dan PT. Lion Air (dahulu ada PT. Metro Batavia). Adapun perusahaan nasional Saudia yang memiliki landing permit dan penerbangan regular di Indonesia adalah Saudi Arabian Airlines dan NAS.
Salah satu aturan yang dipakai untuk mengatur kestabilan pasar penerbangan internasional dan saling menghormati hak-hak airlines nasional dan airlines asing misalnya, adalah peraturan penerbangan internasional dalam five freedom yang salah satunya menyebutkan bahwa airlines asing tidak boleh mengangkut penumpang dari negara lain ke suatu negara tujuan kecuali transit di negara asal pesawat pengangkut.
Bagaimana proses penyiapan penyediaan transportasi udara?
Penyediaan transportasi udara bagi jamaah haji Indonesia dilakukan dengan proses yang panjang. Kementerian Agama bersama-sama Kementerian Perhubungan selalu berkoordinasi mulai dari penyusunan Rencana Kerja dan Spesifikasi Pesawat sampai dengan proses penyeleksian penyediaan transportasi udara, termasuk kredibilitas perusahaan yang memproduksi pesawat yang akan digunakan. Mengingat penerbangan memiliki resiko tinggi, tidaklah berlebihan jika persyaratan administrasi dan teknis dilakukan dengan sangat rinci. Hal ini dilakukan agar perusahaan penerbangan yang ditetapkan untuk mengangkut jamaah haji adalah perusahaan yang kapabel dan kredibel, baik dalam sisi pelayanan maupun keamanan penerbangan, bukan perusahaan penerbangan yang abal-abal.
Tahapan-tahapan penyediaan transportasi udara bagi jamaah haji Indonesia yaitu:
Pertama, Kementerian Agama bersama Kementerian Perhubungan menyusun Rencana Kerja dan Spesifikasi pesawat untuk masing-masing embarkasi haji. Spesifikasi ini berisi antara lain jenis pesawat dan kapasitas seat untuk masing-masing embarkasi berdasarkan kemampuan dan fasilitas masing-masing bandara, persyaratan administrasi, dan persyaratan teknis. Persyaratan administrasi memuat antara lain dokumen perusahaan, penyampaian struktur organisasi khusus pelayanan haji, dan jaminan penawaran. Sementara persyaratan teknis memuat antara surat keterangan  memiliki penerbangan regular ke Arab Saudi selama minimal satu tahun yang dibuktikan dengan On Time Performance penerbangan regular satu tahun terakhir, penyampaian jenis pesawat dan kapasitas seat yang dilengkapi dengan dokumen pesawat tersebut termasuk di dalamnya tentang perawatan dan jam terbang pesawat,  penyampaian Standar Operasional Prosedur baik di tanah air maupun di di Arab Saudi. Dokumen Spesifikasi ini juga mengatur tentang seluruh kegiatan yang menjadi tanggung jawab perusahaan penerbangan mulai dari asrama haji embarkasi sampai kembali lagi ke asrama haji debarkasi, termasuk asuransi selama dalam penerbangan.
Kedua, Kementerian Agama mengundang perusahaan penerbangan nasional dan perusahaan penerbangan Saudia yang ingin berpartisipasi dalam pengangkutan udara jamaah haji Indonesia. Seluruh persyaratan baik administrasi dan teknis harus terpenuhi.
Ketiga, Kementerian Agama bersama Kementerian Perhubungan melakukan proses seleksi pemenuhan seluruh persyaratan yang telah ditetapkan, termasuk standard kelaikan masing-masing pesawat yang ditawarkan.
Keempat, Kementerian Perhubungan melakukan inspeksi dan audit kelaikan pesawat yang akan digunakan. Para inspektur Kementerian Perhubungan bekerja di bawah sumpah dan bekerja sesuai dengan ketentuan. Apabila memang pesawat tersebut tidak laik terbang karena kurang perawatan atau karena sebab lain, maka perusahaan penerbangan harus segera mencari pengganti pesawat tersebut.
Kelima, perusahaan penerbangan yang memenuhi seluruh persyaratan akan ditetapkan sebagai pelaksana transportasi udara jamaah haji Indonesia dengan memberikan jaminan pelaksanaan berupa bank garansi yang telah ditetapkan.
Keenam, pesawat-pesawat yang digunakan untuk mengangkut jamaah haji haruslah sewa dari luar karena peraturan penerbangan mensyaratkan bahwa penerbangan haji tidak boleh mengganggu jadwal regular yang telah ada. Apabila dalam waktu tertentu tidak melakukan penerbangan regular sebagaimana rute yang telah ditetapkan, maka izin rutenya akan dicabut.
Operasional Penerbangan Haji Tahun 1435H/2014M
1.
Rencana Perjalanan Haji berdasarkan kalender Arab Saudi (Ummul Qura):

a.
Kloter pertama akan diberangkatkan pada tanggal 1 September 2014, dan akan berakhir pada tanggal 28 September 2014;

b.
Bandara di Arab Saudi akan ditutup (closing date) pada tanggal 28 September 2014 pukul 24 WAS

c.
Pelaksanaan wukuf tanggal 3 Oktober 2014;

d.
Kloter pertama pemulangan dari Arab Saudi ke Tanah Air tanggal 9 Oktober 2014 dan akan berakhir pada tanggal 5 November 2014;
2.
Kloter pertama pemulangan dari Arab Saudi ke Tanah Air tanggal 9 Oktober 2014 dan akan berakhir pada tanggal 5 November 2014;

a
Pemberangkatan Gelombang I


1)
Tujuan Bandara King Abdul Aziz International Airport (KAIA) Jeddah: jamaah haji asal embarkasi Aceh, Padang, Palembang, Solo, Banjarmasin, Balikpapan, Makassar dan Lombok.


2)
Tujuan Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah : Jemaah haji asal embarkasi Medan, Batam, Jakarta dan Surabaya.
b.
Pemberangkatan Gelombang II. Seluruh Embarkasi akan diberangkatkan dengan tujuan Bandara KAIA Jeddah.
c.
Pemulangan Gelombang I. Jamaah haji pada gelombang I akan diberangkatkan langsung dari Makkah menuju Bandara KAIA Jeddah
d.
Pemulangan Gelombang II


1)
Jamaah haji yang diberangkatkan melalui Bandara KAIA Jeddah yaitu Aceh, Padang, Palembang, Solo, Banjarmasin, Balipapan, Makassar dan Lombok.


2)
Jamaah haji yang diberangkatkan melalui Bandara AMAA Madinah yaitu Medan, Batam, Jakarta dan Surabaya.
3.
Kebijakan pengurangan masa operasional haji yang semula 30 hari menjadi 28 hari, selain karena adanya pengurangan kuota 20% dari Pemerintah Arab Saudi juga karena adanya peningkatan kemampuan dan fasilitas untuk 3 Bandara Embarkasi Haji yaitu Padang, Palembang dan Makassar. Semula 3 embarkasi ini menggunakan jenis pesawat Airbus 330 kapasitas seat 375 dan 360, pada tahun ini akan menggunakan jenis pesawat Boeing 747-400 kapasitas 455 seat.
4.
Jenis dan Kapasitas seat pesawat untuk masing-masing embarkasi haji yaitu :

a.
Embarkasi Haji Aceh (BTJ),  jenis pesawat B-777 kapasitas seat 440 orang;

b.
Embarkasi Haji Medan (KNO), jenis pesawat B-777 kapasitas 440 orang;

c.
Embarkasi Haji Batam (BTH), jenis pesawat B-747-400 kapasitas 450 orang;

d.
Embarkasi Haji Padang (PDG), jenis pesawat B-747-400 kapasitas 455 seat;

e.
Embarkasi Haji Palembang (PLM), jenis pesawat B-747-400 kapasitas 455 seat;

f.
Embarkasi Haji Jakarta (HLP), jenis pesawat B-747-400 kapasitas 450/455 seat;

g.
Embarkasi Haji Solo (SOC),  jenis pesawat Airbus 330 kapasitas 375 seat;

h.
Embarkasi Haji Surabaya (SUB),  jenis pesawat B-747 -400 kapasitas 450 seat;

i.
Embarkasi Haji Banjarmasin (BDJ),  jenis pesawat Airbus 330 kapasitas 325 seat;

j.
Embarkasi haji Balikpapan (BPN),  jenis pesawat Airbus 330 kapasitas 360 seat;

K.
Embarkasi haji Makassar (UPG),  jenis pesawat B-747-400 kapasitas 455 seat;

l.
Embarkasi Haji Lombok (LOP),  jenis pesawat Airbus 330 kapasitas 325 seat;
5.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Agama (KMA)  tentang Penetapan Pelaksana Transportasi Udara Jemaah Haji Indonesia,  PT. Garuda Indonesia akan mengangkut jamaah haji asal Embarkasi Aceh, Medan, Padang, Palembang, Jakarta (khusus provinsi DKI Jakarta dan Lampung), Solo, Banjarmasin, Balikpapan, Makassar dan Lombok. Sementara Saudi Arabian Airlines akan mengangkut jamaah haji asal Embarkasi Batam, Jakarta (khusus provinsi Jawa Barat dan Banten) dan Surabaya.
6.
Perusahaan penerbangan hanya akan mengangkut tas yang diberikan oleh perusahaan penerbangan pengangkut.
7.
Untuk keselamatan penerbangan, jamaah haji Indonesia hanya diperkenankan membawa tas tentengan yang dapat diisi dengan berat maksimal 7 kg dan tas koper (barang bagasi) yang dapat diisi dengan berat maksimal 32 kg. Apabila melebihi ketentuan tersebut, jamaah haji disarankan menggunakan jasa kargo.
8.
Jamaah haji diimbau untuk tidak membawa barang-barang secara berlebihan walaupun barang tersebut tidak termasuk dalam barang yang dilarang selama dalam penerbangan (tidak mengganggu keselamatan penerbangan).
9.
Sesuai dengan edaran General Authority of Civil Aviation (GACA) Arab Saudi dan mengacu pada Perjanjian Pengangkutan Jemaah Haji Indonesia antara Kementerian Agama RI dengan PT. Garuda Indonesia dan Saudi Arabian Airlines bahwa jamaah haji akan mendapat air zamzam sebanyak 5 liter yang akan didistribusikan di asrama haji debarkasi.
Demikianlah, penerbangan haji merupakan penerbangan internasional. Proses penyiapan dan pelaksanaannya pun  tidak hanya harus mengacu pada peraturan penerbangan Pemerintah Indonesia dan peraturan penerbangan Pemerintah Arab Saudi, tapi juga Peraturan Penerbangan Internasional. Hal ini berbeda dengan penyiapan perumahan di Arab Saudi, katering dan transportasi darat di Arab Saudi yang proses penyiapan dan penyediaannya cukup mengacu pada kebijakan Pemerintah Indonsia dan Kebijakan Pemerintah Arab Saudi.(ed)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar